Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
pendidikan di Indonesia tidak bisa langsung
dikatakan baik-baik saja, apalagi permasalahan pendidikan hampir terjadi di
seluruh wilayah NKRI. Menurut Survei Political And Economic
Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia, posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum
Swedia
(2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan
ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Bukankah hal itu sangat
bertolak-belakang dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD
1945 di alinea 4 salah satunya berbunyi “Dan ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa..”
untuk itu bukankah pendidikan bagi bangsa ini begitu penting, dengan apalagi
generasi penerus bangsa melanjutkan dan memajukan bangsa ini.
Rendahnya kualitas pendidikan bukanlah dari pendidikan
sendiri, tetapi lebih banyak berasal dari lingkungan sekitarnya (Dajlil, dalam
winaputra 2011). Hal ini berarti banyak yang saling mempengaruhi karena
melibatkan guru, pengolah sekolah, masyarakat, peserta didik dan terutama
pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Masalah yang pertama adalah mengenai
kualtitas serta kuantitas dari tenaga kependidikan, Kinerja dan kompetensi
tenaga pendidik masih dibawah standar isi dan proses yang tidak sesuai dengan
tujuan Nasional yang ingin dicapai. Banyak guru yang telah lulus dari Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan justru malah menurun kompetensinya. Untuk itu,
standard kompetensi perlu disiapkan, dijaga dan dibina, banyak dari mereka yang
berlomba-lomba mengikuti sertifikasi kependidikan mereka seolah-olah hanya
mengejar kenaikan gaji semata, tanpa dibarengi dengan kenaikan kompetensi yang
dimiliki. Pendidikan guru atau tenaga kependidikan yang jauh dari kata
“memadai” berpengaruh terhadap kualitas dan kompetensi guru saat ini, secara
keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang
dilaksanakan oleh pendidik kita. Untuk itulah diperlukan sekolah kependidikan
bagi para pendidik yang disediakan oleh pemerintah, pelatihan-pelatihan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang diselenggarakan secara berkesinambungan dan
terarah sehingga kita memiliki tenaga pendidik yang ahli, terampil dan memiliki
kapabilitas yang tinggi. Masalah yang selanjutnya adalah pemerataan serta
distribusi tenaga kependidikan, banyak dari mereka yang lebih memilih untuk
bekerja di wilayah yang masih dekat dengan daerah asal mereka, mereka menolak
untuk dipindah tugaskan ke luar daerah apalagi tempat yang terpencil atau
terisolir dan jauh dari keramaian kota. Karena hal ini, banyak terjadi
ketimpangan dalam pemerataan tenaga kependidikan, rata-rata dari mereka hanya
menumpuk di perkotaan, berbeda dengan pedesaan yang serba kekurangan. Skenario
pemerataan guru bisa dilakukan dengan cara menawarkan kepindahan kepada guru,
atau bisa dalam konteks minimal tiga (3) atau lima (5) tahun ke depan.
Pemenuhan kecukupan guru tidak hanya menghitung sekolah-sekolah negeri, tetapi
juga sekolah swasta yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Ditambah lagi dengan
banyaknya tenaga kependidikan yang bersifat honorer, mereka memilih sebagai
guru honorer dikarenakan juga oleh sedikitnya lowongan PNS yang di buka tidak
sebanding dengan jumlah pendaftar CPNS. Tingginya jumlahnya guru honorer bukti
sekolah kekurangan guru. Banyak guru telah mengabdi belasan bahkan puluhan
tahun tetapi statusnya masih honorer. Dalam hal kuantitas misalnya, masih
banyak tenaga kependidikan yang tidak menerima gaji atau upah yang layak Hak
utama tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang harus memperoleh perhatian
dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan
kesejahteraan dengan standar upah yang layak untuk kehidupannnya. Kenaikan gaji dapat dilakukan secara
menyeluruh dan bertahap agar tidak menjadi iri bagi pekerjaan lainnya. Tenaga
pendidik yang bukan berstatus sebagai PNS masih menerima gaji atau imbalayan
yang belum layak karena sekolah masih memberi imbalan sesuai anggaran dari
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pemerintah harus segera menetapkan standar
minimal gaji guru. Dana BOS tidak cukup untuk membayar layak guru-guru honorer.
Koperasi sekolah dikelola dengan baik agar keuntungannya untuk kesejahteraan
guru dan staf. Kepala sekolah membuat program yang menarik dunia usaha dan
dunia industri untuk peduli kesejahteraan guru.
Masalah yang tidak kalah krusial dari masalah tenaga
kependidikan adalah menurunnya nilai moral siswa terhadap guru, sudah banyak
kasus-kasus yang terjadi dimana seorang siswa berani untuk memaki, memukul,
bahkan menghajar guru mereka sendiri. Sudah sepantasnya seorang siswa sebagai insan terdidik mampu
untuk mengendalikan emosi dan menujukkan perilaku yang baik khususnya etika dan
moral. Kasus penganiayaan yang dilakukan siswa kepada gurunya ini, bukan
saja mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam pengembangan etika dan tata
krama belajar di sekolah. Kenyataan ini sekaligus juga menunjukkan tentang
perlunya pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan di sekolah bukan sekadar
proses belajar-mengajar yang murni untuk kepentingan akademik. Dalam kegiatan
di sekolah seharusnya juga dikembangkan etika dan sopan santun tentang
seharusnya siswa bersikap dan menghormati gurunya. Harga diri yang terlalu
tinggi dan ditambah kepribadian yang kurang matang, sering menyebabkan
seseorang tiba-tiba terpicu untuk melakukan aksi brutal dengan menganiaya figur
guru yang seharusnya dihormatinya, meski karena hal sepele. Berbeda dengan
siswa lain yang kebanyakan segan berbuat nakal dan tidak berani melawan
gurunya, siswa yang memiliki kepribadian keras dan terbiasa tumbuh dalam
lingkungan sosial yang familiar dengan kekerasan lebih berpeluang untuk
melakukan tindak kekerasan dan menganiaya orang lain.
Dalam pandangan Sosiologi Antropologi Pendidikan sendiri, saya
menganalisis permasalahan ini dengan materi Modal Sosial Budaya dan Mutu
Pendidikan kondisi pendidikan Indonesia tentunya sangat berpengaruh terhadap mutu
pendidikan sebagai outputnya. Mutu pendidikan adalah kualitas atau ukuran baik atau
buruk proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui upaya
bimbingan pengajaran dan pelatihan. Mutu pendidikan yang baik tentunya
membutuhkan faktor pendorong yang baik pula. Faktor tersebut disebut modal,
yaitu modal sosial dan modal budaya. Modal sosial merupakan kemampuan
masyarakat dalam bekerja sama untuk menggapai suatu tujuan bersama di dalam
kelompok atau organisasi. Sedangkan modal budaya merupakan bentuk pemahaman
tentang kode konseptual dan normatif yang dominan tertulis dalam suatu budaya
yang meliputi pengetahuan, keahlian dan keluarga. Keduanya saling berpengaruh
terhadap kualitas mutu pendidikan.
Modal
sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan
bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Kemampuan bekerja sama ini
dapat muncul karena adanya kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di
bagian-bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial dapat dilembagakan
dalam kelompok terkecil sampai kelompok besar sekalipun seperti negara. Modal sosial dalam bentuk kewajiban sosial yang
diinstitusionalisasikan ke dalam kehidupan bersama, peran, wewenang,
tanggung-jawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan
tindakan kolektif. Modal sosial sebagai hubungan yang tercipta dari norma
sosial yang menjadi perekat sosial, yaitu terciptanya sebuah kesatuan dalam
anggota kelompok secara bersama-sama. Modal
sosial timbul dari interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas.
Pengukuran modal sosial dapat dilihat dari interaksi baik indiviual maupun
institusional, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga
masyarakat.
Dari tahun ke tahun, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
berkembang dan maju. Negara Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara
yang lain. Perlu kita ketahui sebuah negara dikatakan maju bila pendidikan di
negara tersebut juga maju. Nah saat ini, kesadaran siswa akan kewajibannya
untuk belajar semakin hilang. Mereka hanya ingin sesuatu yang instan tanpa
berusaha dengan gigih. Alhasil ketika menilik nilai semesteran yang baru
selesai dilaksanakan. Sebagian besar dari mereka harus melakukan remidi untuk
memperbaiki nilainya. Sungguh PR besar yang harus dilakukan baik oleh orang tua
maupun guru di sekolah tersebut jika ingin negara Indonesia tidak tertinggal
dengan negara lainnya.
Berkaitan dengan peranan
masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang
Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan
mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Tugas sekolah dan guru benar-benar akan sangat diuji untuk
dapat menyelesaikan masalah etika dan moral siswa dan akan sangat
memprihatinkan ketika nasihat, teguran ataupun hukuman yang diberikan kepada
siswa untuk mengubah perilakunya malah kemudian menjadi bumerang kepada guru
yang sebenarnya hanya bermaksud untuk menjalankan tugasnya dan membantu siswa
menjadi orang yang lebih baik. Maka diperlukan cara dan metode yang baru untuk
diterapkan dalam mendidik, mengatur dan mengubah perilaku siswa supaya etika
dan moralnya tidak tergerus oleh kerasnya pengaruh zaman yang semakin
membutakan pikiran dan menutup pintu hati.
Modal
budaya adalah suatu konsep sosiologi yang banyak mendapatkan popularitas yang
meluas sejak disuarakan oleh Pierre Bourdieu. Modal budaya adalah ilmu-ilmu
pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pierre Bourdieu menjelaskan modal budaya itu juga termasuk di dalamnya
kualitas individu, pendidikan, pekerjaan, kesamaan kultur dan pembawaan (Halim,
2014:108). Melihat apa yang dimaksud Bourdieu tentang modal budaya yang
menjelaskan bahwa modal budaya itu meliputi kualitas individu, pendidikan,
pekerjaan, kesamaan kultur dan pembawaan. Kualitas individu, pendidikan, dan
pekerjaan seperti yang Bourdieu katakan sangat berhubungan erat dengan kualitas
mutu pendidikan di daerah perbatasan yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pendidikan antara kota-kota di Indonesia dengan daerah perbatasan Indonesia
sebagai pintu gerbang negara. Boudieu mengacu kepada kepemilikan budaya dominan
sebagai modal budaya, dimana melalui sistem pendidikan budaya tersebut dapat diterjemahkan
menjadi kekuasaan dan kekayaan. Modal budaya tidaklah didistribusikan secara
merata pada struktur kelas sosial sehingga menjadi pembeda yang mendasar dalam
pencapaian pendidikan.
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu:
- Meningkatkan Anggaran Pendidikan
Pemerintah bertanggung jawab untuk menanggung biaya
pendidikan bagi warganya, baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta.
- Manajemen pengelolaan pendidikan
Manajemen pendidikan yang baik harus memperhatikan profesionalisme
dan kreativitas lembaga penyelenggara pendidikan.
- Bebaskan sekolah dari suasana bisnis
- Perbaikan kurikulum
Penyusunan kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala
potensi alam, sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang ada.
Pendidikan demokratis harus membekali warga negara dengan dasar yang teguh
dalam sosio-ekonomis, mendorong tanggung jawab dan tindakan yang berani di
segala bidang, memerangi penyalahgunaan propaganda
- Pendidikan Agama
Pendidikan agama di sekolah bukan sebagai penyampaian dogma
atau pengetahuan salah satu agama tertentu pada siswa tetapi sebagai
penginternasionalisasian nilai-nilai kebaikan, kerendahan hati , cinta kasih
dan sebagainya.
- Pendidikan yang melatih kesadaran kritis
Sikap yang kritis dan toleran, akan merangsang tumbuhnya
kepekaan sosial dan rasa keadilan. Oleh karena itu diharapkan bisa mengatasi
kemelut sosial, budaya, politik dan ekonomi bangsa ini.
- Pemberdayaan Guru
Guru hendaknya lebih kreatif, inovatif, terampil, berani
berinisiatif serta memiliki sikap politik yang jelas.
- Memperbaiki kesejahteraan Guru
Guru merupakan faktor dominan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Oleh karena itu upaya perbaikan kesejahteraan guru perlu
ditingkatkan. Dengan demikian, guru tidak hanya dituntut untuk meningkatkan
wawasan maupun mutu mengajarnya serta meghasilkan output yang baik.
Sumber Referensi:
- https://pendidikan.id/main/forum/diskusi-pendidikan/artikel-berita/8039-kondisi-pendidikan-di-indonesia-saat-ini
- https://www.kompasiana.com/josephepifianus/58df02683497730d578b446b/krisis-moral-pendidik-dan-peserta-didik-potret-pendidikan-kita#
- http://berita.upi.edu/degradasi-etika-dan-moral-pada-siswa/
- http://pps.uny.ac.id/berita/pemanfaatan-modal-sosial-dan-modal-budaya-dalam-pendidikan-budi-pekerti.html
- https://sosialpendidikan.wordpress.com/2012/06/06/modal-sosial-pendidikan-indonesia/
NIM: 18413244026
Prodi: Pendidikan Sosiologi B/2018
Comments
Post a Comment